KRISTUS MENURUT AJARAN ISLAM DAN KRISTEN

KRISTUS MENURUT AJARAN ISLAM DAN KRISTEN

Judul asli: CHRIST IN ISLAM AND CHRISTIANITY

A comparative study of the Christian and Muslim attitudes to the person of Jesus Christ

John Gilchrist

All Rights Reserved


PENDAHULUAN

Damai sejahtera dan anugerah dari Allah bagimu. Ada satu pertanyaan yang perlu dijawab yaitu:

"Mengapa saya harus percaya kepada Yesus yang mati dan terbunuh di kayu salib sedangkan Al Quran berkata bahwa Allah telah meng­angkat-Nya" .

Memang benar, apa yang dikatakan Al Quran yang berkata bahwa Allah telah mengangkat Dia, tetapi itu terjadi setelah Dia wafat, karena Al Quran berkata, " Hai, Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu (Inni mutawaffika) dan mengangkat kamu kepada-Ku dan membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang kafir hingga hari kiamat". (Surat Ali Imran 3 : 55).

Walaupun ayat-ayat ini cukup jelas, para cendikiawan Islam mempunyai pendapat berbeda dalam menafsirkan maksud ayat tersebut. Satu golongan berkata Benarkah Alkitab Dipalsukan ?

bahwa "al-wafat" (ajal) disini bukan berarti "mati", dan ada golongan lain berkata arti kat a itu mati dan masih ada berbagai penafsiran yang masing-masing golongan memakai sebagai pendukungnya.

Golongan pertama menjelaskan sebagai berikut :

  1. Tidur: Dari Al-Muthana yang diceritakan

    oleh Ishaq yang diperoleh dari Abdullah bin Jafar dan dia memperoleh dari ayahnya yang diperoleh dari Rabia bahwa "Inni mutawaffika" berarti "wafat sedang tidur". Dan Allah membangunkan dia dari tidurnya" (Hadits At-Tabari 1133).

  2. Meninggalkan dunia ini: Dikutip dari Ali bin Sahil, dari Dhmiri anak Rabia, anak Shudab dari Matar AI-Waraq ketika ia berkata, "Mengambilnya dari dunia ini dan bukan lewat kematian". (Hadits At­Tabari 1134).

  3. Memiliki seorang atau sesuatu: Dari Yunus yang berkata: "Kami diceritakan oleh Ibnu Wahab yang mengutip dari Yakub dan Esau saling bermusuhan selama sebagian besar dari kehidupan mereka dan keturunan mereka, bani Israel dan bani Edom, sering saling memerangi. Tidak pernah anak-anak Yahudi diberi nama seperti nama saudaranya Yakub, bapak leluhur bani Israel, karena dia (Esau) menentang Yakub dan telah ditolak oleh Allah (Ibrani 12:17). Oleh karena itu tidak benar untuk mengatakan bahwa nama asli Yesus adalah Esau.

Di halaman-halaman pertama saja dari buku Deedat tersebut sudah kelihatan kesalahan historis yang mencolok, walaupun orang-orang lain membuat kesalahan yang sama. Orang-orang Arab yang beragama kristen selalu menyebut Yesus dengan Yasu, menurut bahasa Aram Yashua, dan dari kata ini datang "Iesous" dalam bahasa Yunani dan "Jesus" dalam bahasa Inggris. Apa sebab Muhammad menyebut Dia "Isa" tidak diketahui dengan jelas. Tafsiran Deedat bahwa "Isa" sama dengan "Esau" mem­perkuat anggapan yang dikemukakan oleh beberapa orang bahwa orang-orang Yahudi di Arabia secara licik memberikan informasi yang salah kepada Muhammad dengan merubah nama Yesus menjadi nama saudara bapa leluhur mereka, yang tidak mengindahkan agama. Jika kesimpulan Deedat benar, berarti hal itu meragukan asal Al Qur' an yang dikatakan turun dari sorga.

Akan tetapi sudah jelas bahwa baik Esau maupun Isa (Menurut Muhammad) sama sekali bukan nama Yesus yang asli dan benar. Kekhilafan yang mendasar inilah yang menjadi dasar dari seluruh argumen-argumen Deedat yang mempertentangkan Kristus menurut ajaran Islam dan ajaran Kristen; dan praktis hanya ada satu kesimpulan, yakni bahwa Yesus yang dalam Alkitab itu ialah Yesus yang asli / benar, dan bukan Isa yang di dalam Al Qur'an. Kami akan menganalisa pokok-pokok lain dalam buku Deedat yang menghubungkan Isa dalam Al Qur' an dengan Yesus dalam Alkitab.

MARIA DALAM AL QUR'AN DAN ALKITAB

Deedat bercerita banyak, bukan saja mengenai ajaran Al Qur'an tentang Yesus, tetapi juga ajarannya tentang Maria, Ibu Yesus. Dengan judul "Kelahiran Maria", ia mengatakan:

Menurut cerita, nenek Yesus dari pihak ibunya, Hannah, sebelumnya mandul. Ia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan; jika Tuhan memberikan dia seorang anak, ia pasti akan menyerahkan anak itu untuk melayani Tuhan di dalam baitNya.

(ha1.9 dalam buku Deedat tsb.)

Setiap anak Kristen yang ikut sekolah minggu tahu tentang Hanna, dan bagaimana ia berdoa kepada Tuhan untuk mendapat seorang anak laki-Iaki serta berjanji untuk memberikan dia melayani Tuhan seumur hidupnya jika Tuhan mengabulkan doanya. Hanya satu masalahnya, yakni bahwa anak yang dilahirkannya ialah Samuel, yang menjadi nabi dan mengurapi Daud menjadi raja atas Israel kira- kira seribu tahun sebelum zaman Maria dan Yesus! Doanya tertulis di I Samuel 1: 11, dan di ayat kemudian dari pasal yang sarna kita rnembaca:

Maka setahun kemudian mengandunglah Hanna dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: "Aku telah memintanya dari Tuhan" (I Samuel 1:20).

Bagaimana sampai terjadi bahwa tuan Deedat yang menyebut dirinya "Sarjana Muslim tentang Alkitab" membuat kekhilafan yang mencolok, yakni tidak dapat membedakan antara ibu Samuel dan ibu Maria. Sebabnya ialah bahwa Al Qur'an sendiri mencarnpuradukkan kedua wan ita ini, dan walaupun tidak menyebut nama Hanna, mencatat anakronisme itu yang mengacaubalaukan antara kedua wanita itu (Surat 3 Ali Imran 35-36). (Beberapa kitab­-kitab Hadist dengan tegas mengatakan bahwa nama ibu Maria memang Hanna, dan baik komentar zaman dulu maupun komentar modern dari Al Qur'an mengaku bahwa inilah namanya yang sebenarnya).

Pada halaman berikut dari bukunya Deedat mengatakan "Inilah kisahnya. Tetapi dari mana Muhammad rnendapat pengetahuan ini? Dia adalah seorang Umrni (buta huruf). Dia tidak dapat membaca atau menulis" (hal.10 dalam buku Deedat tsb). Karena itu jelas telah terjadi kekhilafan, pertanyaan ini memang tepat sekali! Deedat rnenunjuk kepada keadaan buta huruf dari Muhammad untuk memperkuat klaim bahwa Al Qur'an adalah Firman Allah, tetapi karena ia telah mencampur adukkan kedua wanita ini, sudah cukup jelas bahwa keadaan buta hurufnya memperkuat bukti bahwa dialah penyusun buku itu yang sebenarnya. Seandainya ia mengetahui isi kitab-kitab suci orang Yahudi, ia tidak akan berbuat kesalahan seperti itu.

Dan sebenarnya seluruh kisah tentang kelahiran dan tugas Maria di dalam Al Qur' an merupakan pencampuradukkan dari beberapa peristiwa di dalam Alkitab. Salah satu dari pencampuradukan itu: Maria sendiri dikira sama dengan Elia, karena Elia lah yang berada di tempat persembunyian dan diberi makan oleh burung-burung gagak yang mengantarkan makanan kepadanya (I Raja­raja 17:6; Al Qur'an mengatakan bahwa juga Maria diberi makan dari sorga dalam surat Ali Imran ayat 37). Namun demikian, yang menjadi petunjuk yang sebenarnya bagi kami mengenai dari mana penulis cerita ini mendapat bahannya, ialah nama yang diberikan kepada ibu Maria, yakni Hanna. Barangkali pada fase ini kami perlu menyebutkan bahwa cerita aslinya pertama kali terdapat dalam suatu buku apokrif yang berjudul "Protoevangelium dari Yakobus Kedl" yang begitu saja dimasukkan oleh Muhammad ke dalam Al Qur' an tanpa menyadari bahwa kitab itu bersifat mitos.

Cerita itu timbul dari pencampur-adukkan doa Hanna untuk mendapatkan seorang anak laki-Iaki, dan ayat berikut dari Injil Lukas:

Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sang at lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya, dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh tahun empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.

(Lukas 2:36-38)

Kita dapat mengerti bagaimana anakronisme itu (Kekhilafan mengenai waktu terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu) timbul. Kembali kita membaca tentang seorang wanita yang nama aslinya dalam bahasa Ibrani 'Hana', tatapi kita membaca bahwa wanita ini yang tinggal di dalam Bait Allah siang dan malam, beribadah dengan berdoa dan berpuasa selama bertahun-tahun. Jelas bahwa Maria telah dicampur-adukkan, bukan saja dengan Elia dan Samuel, tetapi juga dengan Hana, seorang nabiah! Jelas bahwa kedua wan ita bernama Hana ibu Samuel dan anak Fanuel­telah dicampur-adukkan, dan oleh sebab itu cerita dalam surat Ali Imran dalam Al Qur' an merupakan campuran dari dua kisah mengenai kedua wanita ini di dalam Alkitab yang sarna sekali berlainan.

Dengan demikian jelaslah sudah bahwa Deedat telah membuat kesalahan besar dengan mencampur-adukkan ibu Maria dengan seorang wanita yang hidup sepuluh abad sebelum dia. Tetapi seakan-akan ini belum tercakup, dia mengutip suatu ayat yang lain dari Al Qur' an dalam bukunya yang mencampuradukan Maria sendiri dengan seorang wanita lain yang hidup hampir dua puluh abad sebelum dia. Pada halaman 15 dari bukunya Christ in Islam, Deedat mengutip kata-kata berikut yang ditujukan kepada Maria oleh tetangga- tetangganya:

Yaa ukhta Haaruuna - "Hai saudara perempuan Harun" (Surat 12 Maryam ayat 28)

Pada halaman berikutnya dia mengutip komentar Yusuf Ali tentang gelar 'saudara perempuan Harun' yang menurut penterjemahnya ini 'mengingatkan Maria akan garis keturunannya yang terhormat dan akan tingginya moril dari ayah dan ibunya'. Masalahnya di sini adalah bahwa satu-satunya Harun yang disebut di dalam Al Qur'an ialah imam Lewi, saudara Musa, yang hidup hampir dua ribu tahun sebelum Yesus! Secara khusus dikutip ucapan Musa Haaruuna akhi­'Harun saudaraku' di dalam AI Qur'an (Surat 20 Thaha ayat 30). Oleh sebab itu bagaimana mungkin Maria, ibu Yesus, juga saudara perempuan Harun dan Musa?

Dalam hal ini kekhilafan Muhammad bukanlah disebabkan oleh tulisan-tulisan apokrif, seperti dalam halnya Hana dan Samuel. Kali ini kekhilafan tersebut adalah semata-mata dari dia sendiri. Selama hidupnya orang-orang kristen menceritakan anakronisme ini kepadanya, dan jawabannya ialah bahwa orang-orang zaman dulu mempunyai kebiasaan untuk memberi nama kepada saudara-saudara mereka menurut nama rasul-rasul dan orang-orang saleh yang telah mendahului mereka (Sahih Muslim, jilid lll, haI.I169). .

Akan tetapi sangat sulit untuk menerima penjelasan ini, karena tidak ada contoh lain di dalam Al Qur'an di mana hal itu terjadi. Juga hampir tidak mungkin Harun disebut saudara (akha) dari Musa di dalam Al Qur'an menurut pengertian sebenarnya (harfiah) jika Maria hanya disebut saudara perempuan (ukhta) secara kiasan. Di bagian lain dari Al Qur'an kata ukhtun (saudara perempuan) selalu berarti saudara perempuan kandung (seperti di surat 4 An Nisa ayat 12,23 dan 176) dan pemakaian kata itu dalam hal Maria hanya dapat berarti 'saudara perempuan kandung dari Harun'. Hal itu tidak dapat dijelaskan begitu saja dengan mengatakan bahwa saudara perempuan Harun hanya berarti menamai Maria menurut leluhurnya Harun, seperti dikatakan oleh Muhammad.

Sekalipun maksudnya memang itu, masih ada kesulitan-kesulitan yang mendalam, karena akan mengarah kepada anggapan­-anggapan yang tidak mungkin dipertahankan. Pada zaman itu orang hanya disebut sebagai anak laki-laki atau anak perempuan (tidak pernah saudara laki-Iaki atau saudara perempuan) dari orang tua mereka (misalnya di dalam Matius 1: 1 yang mengatakan Yesus adalah 'anak Daud, anak Abraham', dan Lukas 1 :5, di mana Elizabet disebut 'dari keturunan Harun'. Masalahnya ialah bahwa Maria sarna sekali bukan dari keturunan Harun! Harun adalah imam Lewi, salah satu dari anak-anak Yakub. Sebaliknya Maria berasal dari keturunan Yehuda, anak Yakub yang lain, melalui garis keturunan Daud (Lukas 1:32). Dia bahkan bukan dari suku yang sarna seperti Harun. Satu-satunya hubungan antara mereka hanyalah bersifat nasional dan etnis, yang sangat jauh. Benar bahwa Elisabet disebut 'anaknya' di dalam Lukas 1:36, tetapi seandainya terjadi kawin-­mawin antara nenek moyang mereka, itu mestinya di pihak Elisabet. Salah satu dari moyangnya rupanya kawin dengan orang dari suku Yehuda (hal mana tidak mengherankan, karena setelah pembuangan ke Asiria dan Babel, suku inilah merupakan sisa Israel yang terbanyak jumlahnya, yang akhirnya kembali ke tanah Perjanjian Palestina. Sebaliknya secara khusus disebut di dalam Alkitab bahwa Yesus adalah Imam Besar yang kekal menurut peraturan Melkisedek, dan oleh sebab itu Ia tidak mungkin berasal dari Lewi melalui Harun.

Sejalan dengan itu ibunya Maria tidak mungkin mempunyai darah Lewi di dalam dirinya, dengan demikian sarna sekali tidak berasal dari dan mempunyai hubungan keluarga dengan Harun:

Karena itu, andaikata oleh imamat Lewi telah tercapai kesempurnaan-sebab karena imamat itu umat Israel telah menerima Taurat - apakah sebabnya masih perlu seorang lain ditetapkan menjadi imam besar menurut peraturan Melkisedek dan yang tentang dia tidak dikatakan menurut peraturan Harun? Sebab jikalau imamat berubah, dengan sendirinya akan berubah pula hukum Taurat itu. Sebab la, yang dimaksudkan di sini, termasuk suku lain; dari suku ini tidak ada seorangpun yang pernah melayani di mezbah. Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apapun tentang imam-imam. Dan hal itu jauh lebih nyata lagi, jikalau ditetapkan seorang imam lain menurut cara Melkisedek, yang menjadi Imam bukan berdasarkan peraturan­-peraturan manusia, tetapi berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa (Ibrani 7:11-16).

Oleh sebab itu jelas sekali bahwa antara Maria dan Harun sarna sekali tidak ada hubungan keluarga, dan gelar yang diberikan kepadanya di dalam Al Qur' an sungguh tidak pada tempatnya. Jadi bagaimana kekhilafan ini bisa timbul? Kita harus berkonsuItasi dengan Alkitab, dan disini kita membaca:

Lalu Miryam, nabiah itu, saudara perempuan Harun,mengambil rebana ditangannya.

(Keluaran 15:20)

Wanita yang dibicarakan di sini adalah saudara perempuan yang asli/sebenarnya dari Harun, yang hidup berabad-abad sebelum ibu Yesus, dan kekacauan itu timbul karena nama kedua wanita itu sarna di dalam bahasa Ibrani, yakni Miriam (seperti dalam bahasa Arab, yakni Maryam).

Kita telah melihat bahwa ukhta Harun di dalam Al Qur' an harus berarti saudara kandung dari Harun, dan Miryam memang saudara kandungnya. Jelas bahwa Muhammad telah mencampuradukkan Maryam, ibu Yesus, dengan wanita ini. Lagipula bukti ini diperkuat lagi oleh nama ayah Maryam di dalam Al Qur'an. Oalam Alkitab kita membaca bahwa Yokhebed "melahirkan bagi Amran Harun, Musa dan Miryam" (Bilangan 26:59). Jadi ayah Harun dan Miryam adalah orang yang bernama Amran - namun nama itu juga yang diberikan kepada ayah Maria, ibu Yesus, di dalam Al Qur'an! Dia disebut Imran, nama Amran dalam bahasa Arab (sebagaimana Ibrahim ­Abraham dalam bahasa Arab). Itulah sebabnya Maria sengaja disebut Maryamabnata Imran (Maria, anak perempuan Imran) di dalam Al Qur'an (Surat 60 At tahrim ayat 12). Jadi Maria bukan saja disebut saudara perempuan Harun, tetapi juga anak perempuan dari Imran. Karena itu kami mempunyai bukti ganda bahwa Maria memang secara keliru telah dikira sarna dengan Miriam, adik perempuan Harun dan anak perempuan Amran.

Lagipula, pada tempatnya untuk bertanya apa sebab Maria disebut "saudara perempuan Harun" di dalam Al Qur'an, seandainya dia tidak dicampuradukkan dengan Miriam? Kami telah perlihatkan bahwa dia sama sekali bukan keturunan Harun, dan hubungan keluarganya dengan Harun tidak lebih dekat dibandingkan dengan tokoh Israel manapun. Oleh karena itu, apa relevansi dari penyebutan Maria sebagai saudara perempuan Harun? Apa sebab dia disebut sebagai keturunan Harun, dan bukan keturunan Musa, Elia, Salomo, Yusuf atau salah satu dari antara nabi-nabi ? Kami sama sekali tidak menemukan sesuatu relevansi dari gelar itu, dan dari ayat tersebut di atas yang dikutip dari kitab Ibrani, juga sudah jelas bahwa sebaliknya gelar itu tidak pada tempatnya.

Jadi bukan saja Al Qur'an mencampur­adukkan kedua Hana, tetapi juga kedua Maria. Deedat dengan susah payah mencoba untuk membuktikan di dalam bukunya bahwa kisah kehidupan Maria sebagai tertulis di dalam Alkitab, tetapi jika yang dalam Al Quran itu terang-terangan merupakan anakronisme (penempatan kejadian pada waktu yang salah) kita lihat, sudah pasti kisah yang dalam Alkitablah yang benar.

Sebagai kesimpulan, kami hendak membahas secara singkat tiga hal lain yang dikemukakan Deedat mengenai Maria

Pada suatu halaman dia mengutip Surat 3 Ali Imran ayat 42 yang menyebut bahwa malaikat berkata kepada Maria bahwa Allah "telah memilih kamu atas segala wan ita di dunia ", dan selanjutnya berkomentar :

Penghormatan seperti itu tidak diberikan kepada Maria sekalipun di dalam Alkitab orang Kristen!

(hal.8 dari buku Deedat tsb).

Tuduhan ini sama sekali tidak beralasan karena Alkitab mengatakan persis hal yang sama seperti ayat yang dikutip dari Al Qur' an, terbukti dari ucapan Elisabet kapada Maria:

"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu "

(Lukas 1: 42)

Sebenarnya ayat inilah yang menerangkan kepada kita kenapa Maria dipilih di atas segala wanita di dunia. Pernyataan bahwa dia mendapat kehormatan itu, baik di dalam Al Qur'an maupun di dalam Alkitab, hanyalah dalam konteks janji bahwa dia akan melahirkan anak laki-Iaki, bayi Yesus yang kudus, Mesias yang telah lama ditunggu­-tunggu (surat 3 Ali Imran ayat 45; Lukas 1: 31-­33).

Tepat sekali kata-kata Elisabet: "Diberkatilah buah rahimmu" .Maria menjadi terkemuka di antara kaum perempuan, dipilih atas wanita di dunia, hanya karena dia melahirkan yang terkemuka di antara semua manusia. Dipilih atas segala pria di dunia sebagai Juru Selamat dunia, yaitu Yesus Kristus.

Hal kedua yang dikemukakan deedat yang layak diperhatikan ialah bahwa satu Surat di dalam Al Qur'an, Surat Maryarn, "untuk rnenghormati Maria, ibu Yesus" (ha1.11 dari buku Oeedat tsb). Akan lebih baik lagi seandainya Oeedat rnengungkapkan bahwa Maria adalah satu-satunya wanita yang namanya di sebut di dalam Al Qur'an, dan itu terjadi dibanyak ayat.Tidak ada wanita yang namanya disebut begitu sering seperti halnya Maria. Muhammad bertindak benar dengan menghormati Maria, tetapi sudah jelas bahwa Maria hanya layak mendapat kehormatan itu karena dia ibu dari yang terkemuka yang pernah hidup, yakni Yesus Kristus.

Terakhir, Deedat, yang selalu mencari kesempatan untuk mencari kesalahan dalam Alkitab mengkritik sebutan "Perempuan" yang dipakai Yesus waktu berbicara dengan ibunya di Yohanes 2:4, dengan mengatakan bahwa Yesus "berlaku tidak hormat terhadap ibunya" (hal. 19 dari buku Deedat tsb.) la menyarankan bahwa lebih pantas jika Yesus menyapa dia dengan "ibu". (catatan penerjemah : dalam Alkitab terjemahan lama memang dipakai kata "perempuan", tetapi dalam terjemahan Baru sudah diganti dengan "ibu"). (catatan penerjemah: dalam Alkitab terjemahan lama memang dipakai kata "perempuan", tetapi dalam terjemahan Baru sudah diganti dengan "ibu").

Kembali Deedat memperlihatkan kebodohan­nya mengenai Alkitab dan zaman penulisan­nya, karena sebutan "perempuan" adalah sebutan yang menandakan hormat dan Yesus memakainya sewaktu la berbicara kepada wanita-wan ita. Dalam Injil Yohanes kita membaca bahwa pemimpin-pemimpin Yahudi mencoba untuk melempari seorang wan ita yang tertangkap basah berbuat zinah, dan meminta keputusan Yesus mengenai hal itu. la menjawab: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (Yohanes 8:7). Setelah mereka semuanya pergi, fa berkata kepadanya, "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau ?" (Yohanes 8:10). Ketika dia menjawab, "Tidak ada, Tuhan". Yesus berkata:" Aku tidak menghukum engkau; pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi " (Yohanes 8:11).

Sambi! mengulurkan tangan belas kasihan kepadanya, Yesus menyapanya dengan "Hai perempuan". Apakah ini "Kelakuan yang tidak hormat"? Sebutan itu adalah murni tanda menghormati dan menghargai, seperti "Madame" di bahasa Perancis atau "Dame" di bahasa Afrika.

Yesus juga memakai sebutan ini waktu menghibur perempuan Samaria (Yohanes 4:21) dan kembali menyapa ibunya dengan cara yang sarna sewaktu tergantung di kayu salib, dan melihat Maria dan murid yang dikasihinya, Yohanes, berdiri di sampingnya. la berkata kepada Maria:

"Hai, perempuan, tengoklah anakmu"

(Yohanes 19:26, terjemahan lama)

Kemudian la berkata kepada Yohanes, "lnilah ibumu" dan sejak saat itu "murid itu menerima dia di dalam rumahnya" (Yohanes 19:27). Walaupun la sedang menanggung penderitaan yang ngeri di atas kayu salib, la tidak melupakan ibu-Nya, dan dengan lemah lembut menyerahkan dia kepada murid yang terdekat kepada-Nya di antara mereka yang mengikut Dia. Setelah kebangkitannya, la kembali memakai sebutan "Perempuan" waktu berbicara kepada Maria Magdalena, murid-Nya yang terdekat di antara wanita-­wanita yang mengikut Dia (Yohanes 20: 15, terjemahan lama). Setiap orang yang membaca kisah ini dengan sungguh-sungguh harus menarik kesimpulan bahwa sebutan tadi adalah yang menunjukkan penghormatan.

Untuk menyimpulkannya, kami hanya dapat mengatakan bahwa Deedat telah mengacaukan kehidupan Maria dan sebutan-­sebutan/gelar-gelar yang diberikan kepadanya di dalam Al Qur'an dan Alkitab.

Tidak diragukan lagi bahwa kisah Alkitab tentang kedudukannya yang terhormat, garis keturunannya dan kehidupannya adalah benar.

GELAR YANG HANYA DIBERlKAN KEPADA YESUS

Bukan saja Deedat memperlihatkan bahwa pengetahuannya mengenai Alkitab minim sekali dalam keterangan-keterangannya tentang ibu Yesus, akan tetapi kebodohannya ini nampak lagi dalam penjelasannya yang singkat mengenai gelar Yesus di dalam Alkitab, yakni Kristus. la mengemukakan bahwa kata asli bahasa Ibrani "masaha" (dari kata inilah mashiah, yakni Mesias, atau Kristus) adalah perkataan biasa yang berarti pelbagai macam pengurapan, dan bahwa kata itu dipakai untuk imam-imam, tiang­-tiang, tabernakel-tabernakel, dan sebagainya yang dikhususkan untuk ibadah dan dikuduskan untuk tujuan itu.

Argumen Oeedat ialah bahwa walaupun Yesus disebut Mesias di dalam Alkitab, atau Kristos dalam bahasa Yunani, hal itu tidak membuat dia istimewa/unik, karena "setiap nabi Allah memang diurapi atau diangkat" (ha1.13 dari buku Oeedat tsb).

Deedat meneruskan keterangannya bahwa dalam ajaran Islam gelar-gelar tertentu diberikan kepada nabi-nabi tertentu yang secara umum berlaku bagi semua nabi. la mengatakan kalau Muhammad disebut rasullah (utusan Allah) dan Musa Kalimullah (firman Allah), gelar-gelar ini berlaku bagi semua nabi, karena mereka semua adalah utusan Allah dan Allah berbicara kepada mereka secara berkala. Oleh sebab itu kesimpulannya ialah bahwa gelar Kristus bukanlah gelar unik/istimewa dan bahwa sejalan dengan itu, Yesus tidaklah berbeda dari utusan-utusan Allah yang lain.

Kembali Oeedat memperlihatkan kebodohan­nya karena gelar yang diberikan kepada Yesus di dalam Alkitab sesungguhnya (dalam aslinya bahasa Yunani) ho Christos, artinya, Kristus itu (the Christ). Pemakaian kata "the" dalam bahasa Inggris memberi pengertian bahwa gelar itu hanya untuk Yesus (ekslusif), dan mengungkapkan bahwa Yesus sungguh Mesias itu (the Messiah), yang diurapi oleh Allah, dan tidak ada nabi-nabi lain yang diurapi demikian. Sebenarnya konstruksi kalimat yang sarna terdapat di dalam Al Qur'an, yang menyebut Yesus a/-Masih, Mesias itu, the Messiah, yakni satu-satunya pribadi yang menerima gelar ini.

Memang di dalam Al Qur' an Yesus juga disebut rasul, paling sedikit sepuluh kali (misalnya di Surat 4 An Nissa ayat 171, yang sengaja menyebut Yesus rasulullah) dan di surat 3 Ali Imran ayat 45, di mana Yesus disebut kalimatim-minhu, yakni "kalimat dari padaNya". Tetapi gelar al-masih, Mesias itu, diberikan hanya kepada Yesus di dalam Al Qur'an, dan demikian juga gelar ho Christos di dalam Alkitab tidak diberikan kepada orang lain. Yesus secara unik memang Mesias dan hanya dia yang disebut demikian.

Tentu saja tujuan Deedat ialah untuk menurunkan derajat Yesus ke tingkat nabi biasa; oleh karena itu ia diresahkan oleh gelar Mesias (atau Kristus) yang unik itu. Akan tetapi seluruh argumennya didasarkan atas anggapan yang keliru bahwa gelar itu tidak pernah diberikan kepada Yesus dalam arti yang khusus dan unik.

Al Qur' an yang dengan benar menyebut Yesus AI-Masih tidak berusaha untuk menjelaskan gelar itu. Kalau begitu, apa makna yang sebenarnya? Orang tidak memerlukan usaha Kristiani di sini untuk merubah "logam biasa menjadi emas mengkilap" (hal.13 dari buku Deedat tsb), menurut imajinasi Deedat untuk mening­gikan status Mesias di atas nabi-nabi yang lain. Karena orang-orang Yahudilah yang berbicara tentang datangnya seorang Pemimpin Agung yang mereka sebut Mesias, sesuai dengan pemakaian gelar ini di dalam kitab Sud mereka untuk Peminpin tersebut (Daniel 9:26). Di dalam kitab-kitab para nabi mereka tertulis secara berulang-ulang tentang datangnya seorang yang diurapi Allah, seorang bukan nabi biasa, tetapi yang akan menjadi Juru Selamat dunia (sebagai contoh: Yesaya 7:14; 9:6-7; 42:1-4; Yeremia 23:5-6; Mikha 5:2-4 dan Zakharia 6:12-13). Ia akan mendirikan kerajaan Allah yang kekal, dan akan memerintah segala bangsa. Ia pada mulanya akan direndahkan (Yesaya 53:1-12) dan disingkirkan (Daniel 9:26), tetapi pada kedatangannya kembali di akhir zaman, Ia akan membawa keselamatan dan peng­hakiman Allah, memerintah dalam keadilan dan kemuliaan atas umatNya yang benar, serta menaklukkan musuh-musuhNya dari seluruh dunia di bawah kakiNya (Mazmur 110:1).

Orang-orang Yahudi tahu bahwa orang yang agung ini, Mesias, akan datang; dan ketika Yesus memang datang, mereka berpikir-pikir apakah Oia Mesias itu (Yohanes 7:31, 41-43, 10:24; Matius 26:63). Beberapa kali Ia terang-­terangan mengkonfirmasikan bahwa Dialah Mesias itu (Yohanes 4:26; Matius 16: 17; Markus 14:62) dan mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa Dia akan datang kembali di atas awan-awan dengan kuasa dan kemuliaan, dan bahwa mereka akan melihat Oia duduk di sebelah kanan Allah (Matius 26:64). Tidak diperlukan "permainan kata­kata" oleh orang-orang Kristen (hal.13 dari buku Oeedat terse but) untuk meninggikan Yesus ke status Juru Selamat dan Mesias Allah yang kekal. Orang-orang Yahudi sendiri mengatakan bahwa Mesias itu bukanlah dari "logam biasa" seperti nabi-nabi yang lain, tetapi dibandingkan dengan mereka, sungguh dari "emas murni", dan Yesus memang demikian!

Tragis bahwa orang-orang Yahudi menolak Mesias mereka, penggenapan harapan­harapan mereka, dan oleh sebab itu disingkirkan tidak lama kemudian (pada tahun 70), dan sampai sekarang ibadah mereka telah kehilangan makna dan kemuliaan yang semula. Tragedi yang lebih ironis lagi ialah sikap dunia Islam, yang dengan satu ucapan mengaku Yesus sebagai Mesias, tetapi dengan satu ucapan lain mengklaim bahwa Dia hanya nabi biasa. Makna gelar Yesus sama sekali tidak dimengerti oleh dunia Islam.

Yesus Kristus adalah satu-satunya Juru selamat dunia, Mesias yang unik yang diutus Allah untuk menyelamatkan bangsa-bangsa. Gelar itu hanyalah untuk Dia dan memberikan kepada-Nya status yang tertinggi di antara anak-anak manusia - Raja Kemuliaan yang akan rnemerintah selama-Iamanya.

SEBUAH PEMIKIRAN TENTANG KELAHIRAN YESUS

Prasangka Deedat terhadap Alkitab orang Kristen terungkap dari komentarnya terhadap kelahiran Yesus. Ia mengutip Lukas 1 :35 yang mencatat perkataan Malaikat Gabriel kepada Maria bahwa Roh Kudus akan "turun atas-Nya" dan bahwa kuasa Allah yang mahatinggi akan "menaungi" Dia. Komen­tarnya sebagai berikut:

Bahasa yang dipakai di sini kasar, kata-kata kotor - anda setuju? (ha1.24 dari buku Oeedat tersebut) .

Dalam bukunya itu "kata-kata kotor" dicetak dengan huruf-huruf besar. Ada yang mengatakan "Keindahan adalah di mata yang melihatnya". Rupanya kebalikannya juga benar. Deedat menyarankan bahwa ada sesuatu yang tak senonoh dalam cerita Alkitab tentang kelahiran Yesus. Dengan sengaja dan secara sangat mencolok dia menyembunyikan bagian terakhir dari ayat itu: "Sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah" (Lukas 1 :35). Seluruh ayat itu berkonteks kekudusan. Karena anak ini akan dilahirkan bukan oleh perantaraan daging yang murni, tetapi oleh kuasa Roh Kudus. Sebab itu anak itu tidak akan dikuasai oleh sifat kedagingan dan dosa, seperti orang-orang lain, tetapi kudus, Anak Allah. Bagaimana seseorang dapat mengatakan ini kasar, tidak dapat dimengerti. Al Qur' an sendiri mengajarkan bahwa alasan agar Yesus dilahirkan hanya melalui kuasa ilahi adalah Kekudusan-Nya yang unik (surat Maryam 19 ayat 19). Perkataan-perkataan berikut mengenai dalam hal ini:

Bagi orang suci semuaya suci tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis

(Titus 1:15).

Dalam Injil Lukas kita sering membaca tentang Roh Kudus "turun" atas orang-orang, dan setiap kali hal itu terjadi, ungkapan itu berarti pengurapan pengaruhNya yang Kudus. Simeon adalah seorang yang "benar dan saleh" dan "Roh Kudus ada di atasNya" (Lukas 2:25), dan waktu Yesus dibaptis dan sedang berdoa, "turunlah Roh Kudus ke atasNya" (Lukas3:22). Demikian pula ketika kemu/iaan Allah nampak di atas Yes us sewaktu wajahNya berubah, "datanglah awan menaungi mereka" (Lukas 9:34). Bagaimana mungkin orang dapat mengatakan, jika ungkapan-ungkapan demikian dipakai rnengenai kelahiran Yesus (yakni bahwa Roh Kudus "turun atas" Maria dan bahwa kuasa Allah "menaungi" dia), bahwa itu "kasar­ kata-kata kotor"?

Sudah cukup jelas bahwa kalimat-kalimat yang dipakai untuk menerangkan cara kelahiran Kristus memang biasa dipakai di dalam Alkitab untuk menjelaskan setiap peristiwa di mana seseorang diurapi dengan kuasa dan kekudusan Allah. Kami sungguh tidak dapat mengerti apa dasar argumen Oeedat, dan kembali kami mendapat kesan bahwa dia begitu berprasangka terhadap iman Kristiani, sehingga melontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan terhadapnya. Usahanya untuk memperban­dingkan versi Alkitab tentang kelahiran Yesus dengan versi Al Qur' an, serta mengatakan bahwa versi Alkitab tidak tepat, juga sia-sia. Oeedat menulis di halaman 24 dari bukunya:

Bagi Allah untuk menciptakan seorang Yesus, tanpa bapak manusia, Ia hanya menghen­dakinya. Jika Ia hendak menciptakan sejuta Yesus-Yesus tanpa bapak atau ibu, cukup bagiNya dengan hanya menghendakinya.

Kalau benar begitu, kenapa Allah tidak menciptakan "sejuta Yesus.:vesus tanpa bapak atau ibu" ? Fakta bahwa hanya satu orang yang dilahirkan dengan cara ini menunjukkan bahwa bukan kehendak Allah agar banyak dilahirkan dengan cara demikian, tanpa bapak. Sebaliknya, sudah jelas bahwa kehendak Allah adalah bahwa hanya satu Pribadi yang unik yang dilahirkan secara demikian. Tentu ada sesuatu yang unik pada manusia Yesus sehingga dilahirkan dengan cara ini. Semua manusia biasa mempunyai ayah dan ibu, termasuk para nabi. Hanya ada satu alasan apa sebab Yesus tidak mempunyai ayah manusia. Sebagai Anak dari Bapa yang kekal, mutlak diperlukan bahwa dia dilahirkan sebagai manusia dengan cara luar biasa tanpa earn pur tangan manusia dan hanya oleh kuasa Roh Allah. Hal ini sudah cukup jelas.

Percurna saja bagi Oeedat untuk mengutip dari terjernahan dan komentar Yusuf Ali atas Surat 3 Ali Imran ayat 59, di mana Yusuf Ali mengatakan bahwa Adam tidak punya bapak dan ibu sehingga lebih berhak (begitu saran Deedat pada ha1.26 dari bukunya) untuk disebut anak Allah. Adam diciptakan sebagai manusia dewasa karena tidak mungkin bagi dia untuk dilahirkan dari orangtua manusia. Ada yang harus diciptakan sebagai manusia yang pertama. Akan tetapi Yesus lahir dari seorang wanita saja ketika hukum Allah tentang proses alamiah menurunkan keturunan telah berlaku selama berabad-­abad. Jelas mengapa Adam tidak punya bapak atau ibu, tetapi apakah sebabnya menghentikan proses alamiah menurunkan keturunan supaya Yesus dilahirkan dari seorang ibu saja? Tidak ada alasan yang lebih tepat dari alasan berikut di dalam Alkitab yang mengemukakan kontras yang mendalam antara Yesus dan Adam:

Manusia pertama berasal dari debu dan tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga (I Korintus 15:47).

Adam hanyalah manusia biasa yang alamiah yang ke dalamnya Allah menghembuskan nafas kehidupan. Akan tetapi Yesus adalah Pribadi yang abadi, Roh yang memberi hidup, yang datang dari sorga. Oleh sebab itu demi proses kelahiranNya proses turun­-temurunnya manusia di bumi ini harus dihentikan. Dialah nafas kehidupan itu, dan mereka yang percaya kepada-Nya menerima hidup kekal, dan pada waktunya akan diubah menjadi serupa dengan Dia.

MELKISEDEK - TIPE DARl KHISTUS YANG AKAN DATANG

"Kita sekarang memperhatikan cara Deedat mengomentari persamaan antara Yesus dan pendahuluNya, Melkisedek. Mengenai Melkisedek dia berkata bahwa "dia adalah seorang yang lebih agung dari Yesus" (hal. 26 dari bukunya) dan mengutip Ibrani 7:3 yang mengatakan bahwa Melkisedek tidak berbapak, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan. Setelah keterangan ini muncullah tiga titik-titik yang nampaknya biasa-biasa dalam buku Deedat tsb (ha1.26). Ini tidak mengherankan - titik-titik seperti itu muncul juga di buku-buku karangannya yang lain dan di papan-papan nama yang diterbitkan oleh Islamic Propagation Centre kepunyaannya. Ketiga titik-titik itu selalu mengganti kata-kata tertentu yang telah secara licik disembunyikan dari teksnya oleh Deedat, karena kata-kata tersebut membuktikan ketidakbenaran dari hal-hal yang hendak dibuktikannya. Sungguh akal licik! Kami akan mengutip seluruh bagian dari Ibrani 7, dengan menggarisbawahi bagian­bagian dari teks yang disembunyikan oleh Deedat dan diganti dengan tiga titik-titik kecil:

Sebab Melkisedek ini adalah raja salem dan imam Allah yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja-raja, dan memberkati dia. Kepadanyapun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama-tama raja kebenaran, dan juga raja salem, yaitu raja damai sejahtera. la tidak berbapak, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena itu ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya.

(Ibrani 7:1- 3).

Kata -kata penutup yang digarisbawahi terang-terangan menyangkal apa yang hendak dibuktikan oleh Deedat, yakni bahwa Melkisedek "lebih agung dari Yesus", karena kata-kata penutup itu jelas mengatakan bahwa Melkisedek hanya sama (menyerupai) Anak Allah. Dengan demikian, dia hanya pendahulu, tipe, bayangan dan contoh yang terbatas dari Imam Besar abadi yang akan datang.

Hal yang dikemukakan oleh ayat-ayat dari Ibrani tersebut ialah bahwa Alkitab tidak memuat silsilah Melkisedek, bukan bahwa dia tidak mempunyai silsilah. Alkitab memang tidak menyebut tanggal kelahirannya atau tanggal meninggalnya. la muncul dalam beberapa ayat dari Kejadian 14 yang melukiskan dia sebagai Raja Salem yang menyongsong Abraham sekembalinya dari mengalahkan orang­-orang yang menawan keponakannya Lot. Secara jelas Melkisedek disebut "imam Allah yang Mahatinggi" (Kejadian 14:18)

Tetapi di luar keterangan ini tidak ada lagi yang lain tentang dia. Argumen yang dikemukakan dalam Surat kepada orang Ibrani ialah bahwa Yesus bukan imam Lewi menurut peraturan Harun, tetapi imam besar untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek. Ini berarti bahwa karena mula dan akhir Melkisedek tidak disebut di dalam Alkitab, dia dalam hal ini adalah tipe dari Yesus, yang memang datang dari sorga, Pribadi yang abadi yang sungguh-sungguh tidak berawal dan berakhir dalam arti yang mutlak. Melkisedek hanya seperti Dia - hal yang disembunyikan Deedat secara licik - dan keterangan singkat tentang karakternya sebagai imam Allah, yang kepadanya Abraham memberi perpuluhan, merupakan contoh dari imam Allah yang akan datang, imam yang benar dan terakhir, yakni Yesus Kristus.

YESUS - ANAK YANG KEKAL DARl ALLAH YANG HIDUP

Bagian selanjutnya dari buku Deedat merupakan serangan bertubi-tubi dan kadang-kadang kasar terhadap doktrin-doktrin Kristen dan ajaran Alkitab bahwa Yesus adalah Anak Allah. Namun dia terpaksa mengaku, setidak-tidaknya dari sudut pandangan, "Ia adalah Anak Allah yang terutama" (ha1.29 dari buku Deedat). Pada hal.28 dia mengutip beberapa ayat untuk menunjukkan bahwa istilah "anak Allah" sering ditemukan di dalam Alkitab dalam konteks yang menyebut manusia-manusia secara umum sebagai anak-anak Allah. Kemudian dia menyimpulkan bahwa ketika Yesus mengklaim bahwa Dia Anak Allah, Dia juga hanya berkata-Kata sebagai kiasan, dan bahwa orang-orang Kristen salah jika mereka mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang kekal.

Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil kesimpulan seperti itu tanpa mengabaikan banyak bukti-bukti di dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Allah dalam pengertian unik dan mutlak. Pada banyak kesempatan Dia menyatakan hal itu secara amat jelas. Perhatikanlah ayat ini:

Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu (Lukas 10:22)

Orang-orang Yahudi pun pernah berkata, "Belum pernah seorang manusia berkata seperti itu" (Yohanes 7:46). Tidak ada nabi lain yang menggunakan kata-kata seperti itu untuk memperkenalkan dirinya. Semua, kata Yesus, telah diserahkan kepadaKu dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah BapaKu selain orang yang kepadanya Anak itu menyatakannya. Berikut ini adalah ayat lain yang menunjukkan bahwa Yesus menyatakan diri-Nya Anak Allah dalam pengertian mutlak; ayat ini seperti banyak ayat-ayat lain, dengan seenaknya tidak disebut dalam buku Deedat karena menyangkal tuduhan-tuduhannya sendiri:

"Bapa tidak menghakimi siapapun,
melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak,
supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa.
Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia" 
(Yohanes 5:22-23).

Jika kita semua anak-anak Allah, menurut imajinasi Oeedat (ha1.29) kenapa Yesus mengatakan bahwa semua orang harus menghormati Dia sebagai Anak Allah, sama seperti mereka menghormati Bapa? Dan memang, dalam semua Injil kita membaca ajaran-ajaran yang menunjukkan bahwa Yesus menyatakan dirinya Anak Allah yang unik dan abadi. Pada suatu ketika la menceritakan suatu perumpamaan tentang seorang pengusaha yang membuka kebun anggur dan menyewakannya kepada penggarap-penggarap. Pada waktu musim buah, pemilik itu menyuruh hamba­hambanya untuk menerima bagiannya, tetapi mereka memukuli hamba-hamba itu satu persatu dan menyuruh mereka pulang dengan tangan hampa; ada yang dipukuli, dan ada yang dilukai. Pemilik kebun anggur itu kemudian berkata:

Apa yang harus kuperbuat? Aku akan menyuruh anakku yang kekasih; tentu ia mereka segani"

(Lukas 20:13)

Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihatnya, mereka langsung menolaknya, melemparkan dia keluar kebun anggur itu dan membunuhnya. Kemudian Yesus menyimpulkan bahwa pemilik itu akan membinasakan penggarap-penggarap itu dan mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain. Segera orang-orang Yahudi itu "tahu bahwa merekalah yang dimaksudNya dengan perumpamaan itu" (Lukas 20:19).

Kesimpulan orang-orang Yahudi bahwa perumpamaan tersebut adalah mengenai mereka memang beralasan, dan tafsiran yang logis. Allah telah membiarkan orang-orang Yahudi untuk tinggal di satu negeri yang telah diberikan-Nya kepada mereka sebagai milik pus aka, namun mereka selalu memberontak terhadap Dia. Allah mengutus hamba­-hambanya para nabi, tetapi mereka juga menolak nabi-nabi itu dan sering menganiaya mereka. Akhirnya setelah mereka mengusir Yesus dari tengah-tengah mereka dan membunuh-Nya, Allah mem­binasakan mereka dan mereka dibuang dari tanah Palestina sedang Yerusalem menjadi tumpukan puing-puing (ini terjadi empat puluh tahun setelah Yesus naik ke sorga, oleh ten tara Roma di bawah pimpinan jenderal Titus).

Hal yang utama dalam perumpamaan ini ialah pengungkapan identitas suruhan yang terakhir kepada penggarap-penggarap itu sebagai anak kekasih dari pemilik itu, berbeda dari suruhan-suruhan terdahulu yang hanya hamba-hamba. Yesus jelas membedakan diri-Nya dari nabi-nabi yang terdahulu di dalam perumpamaan ini, dan dengan demikian menunjukkan bahwa jika para nabi adalah hamba-hamba Allah, Dia adalah Anak Kekasih. Ini dikonfirmasikan pada setidak-tidaknya dua peristiwa sewaktu Allah sendiri berbicara sendiri dari sorga tentang Yesus :

"Inilah Anak yang kukasihi, Kepada-Nyalah Aku berkenan" 
(Matius 3:17)

Pada kesempatan lain Yesus bertanya kepada murid-muridNya, siapakah Dia menurut orang banyak? Mereka menjawab bahwa umumnya orang percaya bahwa Dia adalah salah seorang dari para nabi. Kemudian Dia bertanya siapakah Dia menurut mereka? dan Petrus menjawab, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup" (Matius 16:16). Yesus berkata bahwa dia (Petrus) telah diberkati secara istimewa sebab dia mengetahui hal itu bukan melalui hikmat manusia, tetapi melalui wahyu dari sorga. Jika kita mempelajari ajaran-ajaran Yesus dengan benar, kita tidak dapat secara jujur menyimpulkan bahwa Yesus pernah menganggap status diriNya kurang dan lebih rendah dari Anak Allah yang unik dan kekal. Ajaran Yesus telah tercakup dalam kata-kata berikut:

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, 
melainkan beroleh hidup yang kekal.
(Yohanes 3:16)

Allah mengutus anak-Nya yang tunggal, inilah ajaran yang selalu dikemukakan di dalam Alkitab. (Mengenai perkataan "diperanakkan" (begotten) di dalam versi King James dan komentar Deedat mengenai perkataan itu, lihat "Sejarah penulisan Al Qur' an dan Alkitab". Mereka yang telah menjadi anak-­anak Allah di bumi, dapat disebut putra-­putra-Nya dan putri-putri-Nya dalam tingkat yang lebih rendah memang menjadi anak­-anak-Nya karena Allah telah menjadi Bapa mereka dan telah berkenan mengangkat mereka sebagai anak-anakNya. Akan tetapi Yesus adalah Anak-Nya yang kekal, yang datang dari Dia ke bumi ini agar yang lain dapat menjadi anak-anak Allah. Seluruh perbedaan antara Yesus sebagai Anak Allah yang kekal, dan orang-orang Kristen yang telah menjadi anak-anak Allah, telah diterangkan dengan sangat jelas melalui perkataan-perkataan berikut :

"Tetapi setelah genap waktunya, Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat, untuk menebus mereka yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak".

(Galatia 4:4-5)

Allah mengutus Anak-Nya agar banyak orang yang diterima menjadi anak menerima Allah. Yesus juga mengajarkan hal ini cukup jelas dengan berkata ' Aku keluar dan datang dari Allah" (Yohanes 8:42).

Ayat lain lagi memperjelas hal ini :

Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia

(Yohanes 3:17)

Yesus adalah Anak Tunggal Allah (Yohanes 1:18) dan Dia menganggap diri-Nya demikian di dalam semua pengajaranNya. Ia tidak pernah mengatakan bahwa Dia anak Allah sama seperti semua orang percaya adalah anak-anak Allah. Berbicara mengenai hari kembaliNya, Ia mengatakan tidak seorangpun yang tahu, "malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri" (Matius 24:36). Di sini ada tingkatan otoritas yang jelas, yakni manusia, malaikat -Anak - Bapa. Cukup jelas bahwa Yesus berbicara tentang diri-Nya hanya dalam satu konteks di atas malaikat-malaikat sebagai anak Tunggal dari Bapa yang kekal. Ia melukiskan status-Nya sebagai status yang hanya dimiliki oleh Pribadi yang ilahi.

Kemudian Deedat menyinggung pernyataan Yesus, "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30), dengan mengatakan bahwa konteksnya menunjukkan bahwa arti pernyataan itu bukanlah Yesus satu dengan Bapa-Nya dalam arti tahu segala sesuatu, sifat atau kemahakuasaan, tetapi hanya "satu dalam tujuan" (hal. 37 dari buku Deedat tsb). Untuk menempatkan pernyataan itu di dalam konteksnya, dia mengutip ayat 27-29 yang mendahuluinya, kemudian mengatakan:

Bagaimana orang dapat begitu buta sehingga tidak melihat makna dari bagian akhir dari dua ayat terakhir. Tetapi orang-orang yang buta rohani lebih buta dari mereka yang tuna netra

(ha1.37 dari buku Deedat).

Kami berpikir siapa sebenarnya yang buta dan siapa yang mata rohaninya dibutakan, karena Deedat begitu saja melewatkan suatu pernyataan Yesus yang penuh arti dalam salah satu dari ayat-ayat yang dikutipnya, di mana Yesus berkata tentang mereka yang menjadi pengikut-pengikutNya yang sejati:

“Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka" 
(Yohanes 10:28).

Siapakah selain Allah yang dapat memberikan bukan saja kehidupan, tetapi kehidupan yang kekal? Kita harus membaca pernyataan-pernyataan seperti itu bukan saja dalam konteksnya yang dekat, tetapi dalam seluruh konteks ajaran Yesus tentang diriNya sendiri. Pada kesempatan lain Yesus berkata:

"Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya"

(Yohanes 5:21).

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Anak sungguh memiliki kemahakuasaan yang sama seperti Bapa. Pada akhir hidup-Nya di bumi ini Yesus kembali berbicara tentang Bapa yang memberi-Nya "kuasa atas segala yang hidup, memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepadaNya" (Yohanes 17:2). Pernyataan Yesus "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:30) merupakan pernyataan yang tidak diperinci oleh Yesus, tetapi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa itu hanya berarti "satu dalam segala hal", dan Yesus tidak akan membuat klaim yang begitu luar biasa tanpa memberikan bukti-bukti seandainya Ia tidak bermaksud untuk memberi kesan bahwa antara Dia dan Bapa sungguh satu kesatuan dan oleh karena itu Dia ilahi. Tidak heran jika orang-orang Yahudi menafsirkan klaimNya sesuai pengertian itu (Yohanes 10:33).

Lagipula agak mengherankan bahwa Deedat memakai huruf-huruf besar bagi beberapa perkataan dari ayat-ayat tersebut di atas, yakni pernyataan bahwa tidak ada yang dapat merebut pengikut-pengikut-Nya dari tangan-Nya, atau dari tangan Bapa. Bagaimana Yesus dapat mengatakan klaim seperli itu, jika Dia tidak memiliki kuasa yang sama seperti Bapa untuk memelihara pengikut-pengikut-Nya? Cukup jelas, bagi mereka yang matanya tidak dibutakan oleh prasangka terhadap ajaran-ajaran Yesus di dalam Alkitab, yakni bahwa klaim Yesus bukanlah bahwa Dia satu dengan Bapa hanya dalam tujuan, tetapi juga dalam memiliki kuasa yang mutlak dan abadi yang diperlukan untuk melaksanakan tujuan tersebut dengan sempurna.

Masalah yang dihadapi Deedat ialah bahwa dia sebagai orang muslim membaca Alkitab dengan anggapan bahwa Yesus bukanlah Anak Allah yang kekal, dan oleh sebab itu tidak mungkin mengklaim hal itu. Oleh sebab dia tidak membaca Alkitab dengan hati terbuka dan menafsirkannya secara konsisten. Jika dia bertemu dengan pernyataan-­pernyataan yang jelas menunjukkan bahwa Yesus berulang-ulang mengklaim bahwa Dia Anak Allah, dia tidak dapat menerimanya. Prasangka di dalam benaknya memaksa dia untuk mengabaikan jika dia tidak dapat menyangkalnya, atau memberi tafsiran yang salah jika dia pikir dia dapat berbuat begitu.

Menjelang akhir bukunya dia menyebut dua peristiwa dalam kehidupan Yesus yang membuktikan sikapnya tersebut dengan jelas sekali. Deedat mengutip perkataan Yesus dalam Matius 19:17 bahwa untuk memperoleh hidup yang kekal, orang harus menuruti segala perintah Allah; dia menganggapnya amat penting karena ajaran demikian nampaknya sejalan dengan dogma Islam. Akan tetapi di sini dia justru masuk dalam perangkap yang dia peringatkan pembacanya untuk berhati-hati terhadapnya di bagian lain dari bukunya, dengan mencabut pernyataan itu dari konteksnya. Ayat berikutnya tidak sejalan dengan argumennya, jadi dia abaikan saja. Yesus menerangkan kepada orang muda yang bertanya itu bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menuruti perintah-perintah Allah dengan sempurna dan dengan demikian memperoleh hidup. Orang muda itu sangat kaya dan Yesus berkata kepadanya :

'Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin; maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah kemari danikutlah Aku"

(Matius 19:21)

Mungkin hari ini juga "tidak ada yang sempurna", tetapi Allah pasti sempurna, dan Dia akan mengadili kita menurut standart kesempurnaan-Nya. Menuruti hanya sebagian dari perintah-perintah-Nya tidak diterima Allah, dan siapa yang menurutinya dengan sempurna? Ketika Yesus menjelaskan kepada orang muda itu bahwa dia tidak mungkin berbuat demikian, la menunjukkan kepada orang muda itu jalan lain untuk hidup: Jika engkau hendak sempurna ikutlah Aku.

Peristiwa kedua ialah mengenai kebangkitan Lazarus dari antara orang mati. Karena Yesus sangat terharu dan berdoa kepada Bapa-Nya mengenai hal itu, Deedat mengambil kesimpulan bahwa Yesus tidak mungkin Anak Allah yang kekal. Akan tetapi sekali lagi dia begitu saja mengabaikan konteks doa Yesus dan dengan seenaknya menganggap sebagai tidak tertulis suatu klaim yang luar biasa dari Yesus, tepat pada saat mujizat yang ajaib ini dibuat:

"Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaKu, tidak akan mati selama­lamanya".

(Yohanes 11: 25-26)

Kata-kata dalam bahasa aslinya, bahasa Yunani, yang mendahului pernyataan ini sangat tegas, yang berarti, "Aku, Akulah kebangkitan dan hidup". Ini berarti bahwa Yesus sendiri, dalam pengertian yang unik dan mutlak, adalah kebangkitan dan hidup. Tidak mengherankan bila Dia disebut "Pemimpin kepada hidup" (Kisah 3:15) di bagian lain dari Alkitab. Tidak seorangpun yang tidak memiliki sifat kekal dapat membuat klaim seperti itu. Perkataan­-perkataan seperti itu hanya dapat diucapkan oleh Pribadi yang ilahi.

Kesalahan besar yang diperbuat Deedat ketika dia membaca Alkitab ialah bahwa dia tidak mencoba secara obyektif unttik mengetahui apa yang dikatakan Alkitab itu, tetapi membacanya dengan prasangka mengenai apa yang seharusnya tertulis di dalamnya. Orang Kristen membaca Alkitab dengan serius, ingin mengetahui apa yang dikatakan Yesus tentang diri-Nya sendiri, dan dari dahulu sampai sekarang mereka secara umum telah menarik kesimpulan bahwa menurut ajaranNya Dia adalah Anak Allah yang datang sebagai manusia untuk menebus dunia. Kesimpulan itu dicapai setelah menilai dengan hati terbuka isi dari kitab-kitab yang mereka baca. Akan tetapi orang-orang seperti Deedat telah lebih dahulu menentukan, bahkan sebelum membaca Alkitab apa yang seharusnya tertulis di dalamnya tentang Yesus. Karena dia berpendapat bahwa Yesus hanyalah nabi dan bukan Anak Allah, dia membaca Alkitab dengan anggapan bahwa Alkitab harus menopang pendapat itu, dan setiap kali ada kemungkinan, dia mencoba untuk memutarbalikkan ajaran-ajaran Alkitab itu agar cocok dengan pandangannya. Dengan demikian Deedat sama sekali tidak kompeten dan tidak berhak untuk menafsirkan Alkitab. Apa sebab Gereja Kristen di seluruh dunia mempercayai bahwa Yesus adalah Anak Allah yang kekal seandainya hal itu tidak diajarkan oleh Alkitab?

Usaha-usaha Deedat untuk membuktikan hal itu tidak benar, yakni bahwa Yesus bukan Anak Allah yang kekal, bukanlah hasil dari penilaian ajaran-ajaran Alkitab secara jujur, tetapi hasil dari prasangka bahwa doktrin seperti itu tidak ada di dalam Alkitab. Kini jelas siapa yang membaca Alkitab dengan "mata rohani tertutup". Itulah tukang propaganda Islam yang tidak dapat membaca Alkitab dengan jujur dan objektif karena telah dibutakan oleh prasangkanya, yang baginya telah menjadi dogma, bahwa Alkitab tidak mengajarkan Yesus adalah Anak Allah.

Sebagai kesimpulan kami hanya dapat mengatakan bahwa Deedat mendemonstrasikan kebodohannya waktu dia mencoba membahas Yohanes 1: 1 yang dianggapnya ilmiah (ha1.40-41 dari bukunya). Ayat itu berbunyi:

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.

(Yohanes 1:1)

Deedat mengatakan bahwa perkataan Yunani untuk Allah dalam anak kalimat" Firman itu bersama Allah" adalah ho theos dan bahwa di dalam anak kalimat terakhir "dan Firman itu adalah Allah", perkataan ton theos. Ia menceritakan sebuah diskusi antara dia dan seorang Pendeta Morris, dan dalam diskusi itu pengetahuannya tentang bahasa Yunani yang rupanya cukup mendalam, menurut dia telah membung­kamkan sang Pendeta itu. Kami sungguh terheran-heran, karena orang yang disebut "sarjana Muslim mengenai Alkitab" telah memperlihatkan kebodohannya yang mencolok tentang nats bahasa Yunani. Sebab dalam anak kalimat pertamalah perkataan itu tontheos dan di dalam anak kalimat kedua hanya theos, yakni Allah. Atas kesalahan yang nyata ini Oeedat menyusun argumen yang nampaknya meyakinkan di dalam bukunya!

Oleh sebab itu dia mengatakan bahwa tontheos berarti "seorang allah" dan dengan demikian Yohanes 1: 1 mengajarkan bahwa "Firman itu adalah seorang allah". Menurut dia, ini membuktikan bahwa Yesus Kristus bukanlah ilahi. Namun dalam bahasa aslinya bahasa Yunani, tertulis bahwa ho logos, yakni "Firman itu" adalah theos, yakni "Allah". Sehingga ayat tersebut berarti sebenarnya "Firman itu adalah Allah", pernyataan yang mengkonfirmasikan keilahian Kristus. Dengan demikian argumen Deedat tidak mempunyai arti sedikitpun disebabkan kekhilafannya sendiri, akibat dari ketidak­tahuannya tentang isi Alkitab. Buku-bukunya yang menentang iman Kristen selalu mengemukakan dua hal yang ekstrim ­keyakinan akan kebenaran nilai-nilai yang dikemukakannya di satu pihak, dan kekosongan nilai-nilai di pihak lain!

Tidak perlu lagi bukti-bukti lain untuk menunjukkan bahwa Deedat tidak berwenang untuk menyebut dirinya "sarjana Muslim mengenai Alkitab". Argumen­-argumennya dan sifat "sok tahunya" dapat membuat orang-orang muslim yang tidak hati-hati dan yang tidak mengenal Alkitab berpikir bahwa dia ahli kritik Alkitab yang hebat, tetapi seperti Yesus katakan, 'danganlah menghakimi menurut apa yang nampak" (Yohanes 7:24). Seperti dibuktikan oleh jawaban ini atas bukunya Christ ini Is/am, seorang Kristen yang mengetahui isi akan Alkitabnya membantah argumen­argumen Deedat dengan mudah, dan kadang-kadang dengan sangat mudah. Kesalahan-kesalahan yang mencolok yang dilakukannya dan pemutarbalikkan dari ajaran-ajaran Alkitab menunjukkan dengan jelas bahwa kampanyenya menentang Kekristenan sama sekali tidak beralasan dan bahwa dalam usahanya untuk memper­lihatkan kesalahan-kesalahan di dalam Alkitab, justru hanya memperlihatkan kebodohannya sendiri.

ALLAH YANG TIDAK PERNAH ADA?

Pada tahun 1983 Islamic Propagation Centre menerbitkan sebuah buku berjudul The God That Never Was (Allah yang tidak pernah ada) yang pertama kali dimuat dalam satu surat kabar Muslim setempat Al-Balaagh di tahun1980 sebagai respon atas jawaban yang saya tulis menanggapi beberapa kuliah Ahmed Deedat yang menentang iman Kristiani berupa kaset. Buku tersebut mengutip banyak ayat dari Alkitab, terutama dari keempat injil, yang semuanya mengenai hidup Yesus di bumi ini selama tiga puluh tiga tahun sebagai manusia. Setiap kutipan itu dimulai dengan suatu judul di mana nama Yesus diganti dengan "Allah"; selanjutnya komentar tentang hidup-Nya sebagai manusia yang kelihatannya menertawakan kepercayaan orang-orang Kristen atas ke­ilahian-Nya. Deedat menjelaskan maksudnya sebagai berikut:

Dalam buku ini kami mengganti Yesus dengan "Allah" dalam tanda kutip untuk menunjukkan betapa TIDAK MASUK AKAL klaim orang ini yang mengatakan Yesus adalah Allah! (The God that never was, ha1.2­3).

Beberapa ayat dari keempat lnjil yang dikutip dalam buku tersebut beserta judulnya menggambarkan cara penulis itu untuk membuat keilahian Kristus menjadi bahan tertawaan: Leluhur "Allah": "lnilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham" (Matius 1:1; hal. 3).

"Allah" telah berumur dua belas tahun ketika orangtua-Nya membawa-Nya ke

Yerusalem: Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun, pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu" (Lukas 2:41-42; hal,6).

"Allah" adalah orang Yahudi anggota suatu suku: "Singa dari suku Yehuda" (Wahyu 5:5; hal. 9).

Setiap pembaca buku itu dapat mengetahui, bahwa ayat-ayat Alkitab yang dikutip itu terutama menjelaskan kehidupan Yesus sebagai manusia dan hidup-Nya yang singkat di bumi ini. Apa yang hendak dikemukakan / dibuktikan oleh karangan itu ialah bahwa Yesus tidak mungkin Allah karena dia manusia dan terbatas secara alamiah seperti manusia-manusia lainnya (yakni punya leluhur, kebangsaan, emosi manusia, kelemahan fisik, dan sebagainya).

Penulis karangan ini, yang namanya tidak disebut dalam buku itu tetapi dikatakan bernama Mohammed Sipai yang memuatnya dalam terbitan Al-Balaagh, telah membaca sepintas lalu tanpa memperhatikan doktrin Trinitas dari agama Kristen. Sebaliknya dia telah menyajikan iman kristiani pada Yesus sebagai mutlak Allah (yakni tanpa mengikut sertakan Bapa dan Roh Kudus, dan tanpa menyebut kedudukan Yesus sebagai Anak Allah). la tahu bahwa bila orang-orang Kristen mengatakan Yesus adalah Allah, itu berarti bahwa la mempunyai sifat ilahi sama seperti Bapa (hal ini telah saya uraikan dengan seksama dalam kutipan-kutipan yang ada dalam karangan tersebut dari jawaban saya atas kaset-kaset Deedat) beserta Roh Kudus dalam Tritunggal/Trinitas. Tetapi dia dengan liciknya telah memutarbalikkan doktrin ini, dengan mengatakan bahwa Allah, subyek­nya, adalah Yesus, dan menyusun seluruh argumennya atas dasar anggapan ini.

Orang-orang Muslim mempunyai alasan jika mereka mengatakan bahwa Islam sering tidak dimengerti dan digambarkan secara keliru di Sarat. Itu benar, tetapi sarna benarnya bila kami katakan bahwa orang-orang Muslim berbuat hal yang sarna dengan kepercayaan orang-orang Kristen kepada Yesus. Mereka tidak mengerti doktrin keilahian Kristus, atau secara sadar memutarbalikkannya guna kepentingan mereka. Sahwa Yesus Anak manusia sekaligus Anak Allah adalah doktrin Kristen yang mendasar. Tidak ada kebenaran pada setiap argumen yang menentang ke­ilahian Yesus yang hanya berdasarkan pembatasan-pembatasan yang Dia alami sebagai manusia yang dengan sengaja Dia terima selama hidup-Nya yang singkat di bumi ini. Menyenangkan bagi kami untuk sekali­kali melihat tulisan-tulisan orang muslim mengenai iman Kristiani kepada Yesus sebagai Anak Allah yang benar-benar berdasarkan doktrin itu sesuai dengan yang tertulis di dalam Alkitab, dan bukan pemutarbalikan seperti di dalam karangan Sipai. Ada beberapa ayat di dalam Alkitab yang menjawab seluruh tema dari karangan tersebut secara tuntas:

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan man usia.

Dan dalam keadaan sebagai manusia, la telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

(Filipi 2:5-8)

Perkataan Yunani untuk "rupa" dalam ayat 6, mempunyai makna "keberadaan" atau "sifat". Jadi ayat itu berarti sifat dan keberadaan Yesus yang asH adalah semata­mata keberadaan ilahi, dan bahwa dengan hikmat dapat dikatakan, Yesus adalah 100% ilahi. Sekalipun demikian, berbeda dengan Adam, manusia pertama, yang ingin menjadi sama dengan Allah dengan memakan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, Yesus, walaupun Dia ilahi dan keberadaan-Nya sama seperti Bapa yang kekal di Sorga, tidak menganggap penting bagi kemuliaan-Nya untuk mempertahankan statusNya di sorga. Sebaliknya, dengan merendahkan diri serendah-rendahnya, Ia bersedia untuk menjadi manusia dan dengan demikian dijumpai dalam "rupa" manusia (artinya: Dia menjadi 100% manusia). Karena manusia secara alamiah adalah hamba­-hamba Allah, Ia juga mengambil "rupa" seorang hamba walaupun Dia bukan hamba Allah menurut sifatNya. Hal yang pokok adalah bahwa Dia dengan sukarela melepaskan kemuliaan ilahi-Nya untuk sesaat dan mengambil rupa manusia agar Ia dapat menebus umat manusia dan dengan demikian menjembatani jurang pemisah antara Allah dan manusia yang telah diakibatkan oleh dosa. Inilah tujuan utama dari kedatangan-Nya ke dunia dalam rupa manusia.

Kerendahan hati-Nya yang sempurna dan kasih karunia-Nya membuat Dia berkarya melebihi Adam, hamba Allah secara alamiah. la taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Dari takhta di sorga, la turun ke tempat yang terendah di bumi. Akan tetapi ini dilakukan-Nya agar manusia berdosa dapat diangkat ke status yang lebih tinggi sebagai anak-anak Allah melalui karya penebusanNya. Sebagai konsekwensi dari merendahkan diriNya sampai turun ke dalam kesengsaraan manusia, Allah telah meninggikan Dia di atas ketinggian sorga:

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada dilangit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan", bagi kemuliaan Allah Bapa!

(Filipi 2:9-11).

Di hadapan Dia, di masa-masa yang akan datang, dalam kemuliaanNya yang kekal yang telah dikenakanNya kembali, semua manusia dan malaikat akan bertekuk lutut dan mengaku Dia, ada yang sambil memuji-­muji, dan ada yang terlambat mengakui kemulian-Nya.

Mengingat bahwa Ia mengambil sifat manusia dan secara sukarela bersedia untuk menerima segal a pembatasan-pembatasan dan kelemahan-kelemahan dari sifat manusia itu, sudah jelas bahwa setiap argumen yang menentang keilahian-Nya atas dasar kemanusiaan-Nya (termasuk silsilah yang Ia terima, kebangsaan yang Ia ambil, dan sejarah hidupNya sebagai manusia) tidak mempunyai dasar sarna sekali. Hampir setiap kasus dalam karangan Sipai yang ada ungkapan "Allah", kata "Allah" dapat diganti dengan Anak manusia, dan gelar itu mempunyai makna yang benar. (saya sengaja katakan hampir setiap kasus, karena beberapa judul juga memutarbalikkan arti nats yang dikutip di bawahnya) .

Orang Kristen tidak mengatakan bahwa ' Allah adalah Kristus, anak Maria", seperti dikatakan dalam Al Qur'an (innallaaha huwal Masiihubnu Maryam - Surat 5 Al Maaidah ditafsirkan dan diberi kekuatan dan mereka mewujudkannya oleh pekerjaan dari penebusan Kristus yang diselesaikan di kayu salib.

Kesimpulan dari masalah ini ialah ajaran-ajaran Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru itu tetap dan tidak menyerahkan diri kepada sesuatu pembatalan apapun karena Alkitab mewakili kehendak Allah bagi manusia, kehendak Dia yang baik dan sempurna dan mendasar.

Penekanan-penekanan ini bagi kita bahwasannya jalan keselamatan Allah adalah sama pada setiap saat dan tempat dan bangsa, dan semua yang tidak percaya dalam Kristus akan dihukum, hari Kristus yang Abraham nantikan dan ia bersukacita ketika melihat Dia.

BAHAN KAJIAN I

Apabila anda sudah membaca buku ini dengan seksama maka anda dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan mudah.

Kirimkanlah jawaban anda kepada kami dan jangan lupa menuliskan alamat anda dengan jelas.

  1. Apakah yang dikatakan Al Quran tentang akhir kehidupan Kristus di dunia?

  2. Setujukah para cendikiawan tentang akhir kehidupan Kristus itu ?

  3. Apakah yang diakui oleh beberapa cendikiawan Islam ?

  4. Apakah di dalam Al Quran ada ayat-ayat tertentu yang mendukung kenyataan dan kebenaran tentang kematian Kristus ?

  5. Dalam Kitab mana kita dapat menemukan fakta sejarah tentang Kematian Kristus ?

  6. Apakah ada dukungan dari Al Quran atau Hadis tentang pembataian?

BAHAN KAJIAN II

KRISTUS MENURUT AJARAN ISLAM DAN AJARAN KRISTEN

Pembaca yang budiman, Jika Anda telah membaca buku ini dengan seksama, Anda akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

  1. Siapakah Esau di dalam Alkitab? Mengapa orang Yahudi tidak mau memberikan nama ini kepada anak-anak mereka ?

  2. Siapakah Hana yang mandul yang berdoa untuk mendapat anak, dan yang doanya dikabulkan? Siapa nama anaknya ?

  3. Bagaimana anda menjelaskan ayat Al Qur' an yang menyebut Maria ibu Yesus "saudara perempuan Harun" ?

  4. Bagaimana penghormatan Al Qur' an kepada perawan Maria, dan apa yang dikatakan lnjil tentang dia ?

  5. Bagaimana anda menjelaskan bahwa Yesus adalah "Rasul Allah"?

  6. Mengapa Yesus dilahirkan hanya dari seorang perawan tanpa ayah?

  7. Apakah perbedaan antara Adam dan Yesus ?

  8. Dengan cara bagaimana Melkisedek tipe dari Kristus yang akan datang?

  9. Bagaimana penjelasan anda tentang Yesus adalah Anak Allah yang abadi itu?

  10. Jelaskan: "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah (Yohanes 1:1).

  11. Mengapa Yesus memanggil kita untuk mengikut Dia ?

  12. Bagaimana cara Yesus sungguh manusia dan sungguh Allah pada waktu yang bersamaan ?

Tekan di sini untuk kirim jawaban Anda lewat email atau alamatkan surat Anda kepada:


The Good Way
P.O. BOX 66
CH-8486 Rikon
Switzerland

www.the-good-way.com/id/contact/